Tuesday, March 24, 2015

A Day in Museum

Actually not really a day. At least two.

Pelabuhan Sunda Kelapa dan Museum Bahari pernah aku kunjungi, meski sudah lama sekali kejadiannya, saat itu yang aku ingat Museum Bahari baru saja selesai direnovasi, itupun baru sebagian. Kalau tidak salah tahun 2003.



Pernah kesana? Seingatku koleksi-koleksi dalam museum lebih banyak berupa miniatur-miniatur seperti hiasan souvenir. Ada beberapa sampan tradisional dari berbagai daerah yang skala ukurannya 1 : 1. Artinya real. Lumayan juga sih. Tapi di luar museum di Pelabuhan Sunda Kelapa ada kapal yang lebih antik. Entah ini bagian dari museum atau bukan?




Of course this just a joke. Ini bukan bagian dari museum. Tapi kalau dari segi antik, kapal ini cukup antik.

Ada beberapa Museum Bahari di Eropa yang layak untuk di kunjungi, seperti Museum Maritim di kota Lübeck. Sayang sekali waktu berkunjung ke kota Lübeck tidak tahu kalau di sana ada Museum Maritim.


Kapal-kapal kayu kuno yang antik itu baru belakangan aku sadari kalau itu adalah bagian dari koleksi museum.



Cuma bisa berharap dan berdoa suatu saat ada yang beliin tiket untuk jalan-jalan ke sana lagi. Kalau sampai sana aku mau ulangi lagi melihat kapal-kapal ini dan isi museumnya. Dan aku berjanji untuk share ceritanya.

Berkunjung ke Amsterdam Belanda kurang afdol kalau belum mengunjungi dunia baharinya. Salah satu bangsa Eropa yang berhasil mengalahkan ganasnya samudera, menaklukkan ombak dan angin. Membawa mereka berkeliling Dunia. Mencapai Spices Islands dan menguasai perdagangan komoditi dari berbagai penjuru Dunia.


Di Amsterdam ada Scheepvaart Museum. Aku sudah lupa dimana letak persisnya, dan bagaimana menuju lokasi Museum itu. Yang aku ingat waktu itu kita berjalan kaki dari Station KA Central. Yang jelas lokasinya walking distance dari Station Central. Paling tidak buat yang biasa jalan agak jauh.

Sceepvaart Museum Amsterdam

Ini adalah pemandangan museum itu dari arah jembatan menuju lokasi museum. Dari jauh kita bisa melihat A real Flying Dutchman. Kira-kira seperti itulah bentuk dari Flying Dutchman kapal VOC yang tersohor itu. Kurang tahu apakah itu asli barang antik atau sebuah replika yang sengaja dibuat. Yang jelas isi museum itu merupakan gambaran asli dari sebuah kapal dagang VOC.

Bentuk kapal, ukuran dan perlengkapan dibuat persis seperti kondisi asli masa lalu. Termasuk peralatan perang dan peralatan untuk hidup, makanan dan minuman yang dibawa para crew kapal untuk selama berbulan-bulan menjelajahi Dunia. Termasuk perjalanan kapal dagang VOC ini ke Sunda Kelapa di Batavia.

VOC Replica boat at Scheepvaart Museum

Uups, nampang dikit di blog boleh dong ya?

Area Scheepvaart Museum cukup besar tapi ketika kita mencapai lokasi tersebut waktu sudah lewat tengah hari, jadi kita cuma sempat melihat Kapal Dagang VOC dan isi kapal. Kapal ini terdiri dari beberapa lantai. Mungkin butuh waktu dua hari untuk melihat seluruh koleksi museum. Kapal dan gedung museum.


Bukan aku membangga-banggakan kehebatan museum tersebut apalagi membangga-banggakan bangsa yang pernah menjajah negara kita, meskipun kita bisa mencontoh juga sebuah musium yang bagus seperti di Amsterdam ini. 

Tapi yang terpenting rasanya kita harus belajar dari Belanda, kerajaan kecil di Utara Eropa yang begitu besar pengaruhnya di masa Kolonial. Kemampuan menghadapi ganasnya cuaca, badai dan angin, kemampuan menaklukkan ombak samudera, itulah yang membawa mereka menguasai bangsa-bangsa lain. Disaat kita yang di anugerahi kekayaan alam, gunung dan lautan luas justru menjauhkan diri dari alam dan terlebih lagi lautan.

Monday, March 23, 2015

Indonesian boat

Jalan-jalan di pantai dan pelabuhan adalah hiburan yang paling menyenangkan. Kali ini aku mau share hasil pengamatan bentuk kapal-kapal tradisional Indonesia.

Sebuah 'spider boat' di pantai P. Serangan dengan latar belakang G. Agung

Ini adalah jenis yang paling kecil perahu sampan yang biasa dipakai untuk mencari ikan di sekitar pantai. Perahu ini ada yang dilengkapi dengan layar dan ada juga yang menempelkan sebuah motor kecil. Di Indonesia biasanya terdapat berbagai variasi bentuk dan cara menghiasnya dan masing-masing daerah di Indonesia punya ciri khas. Yang ada di gambar ini adalah model dan karya seni bikinan orang Bali bagian Selatan. Sebenarnya perahu ini seperti Trimaran. Tapi kalau disebut perahu Trimaran nanti bisa rancu dengan Trimaran yang biasa untuk race boat. Makanya sering aku menyebutnya Spider boat. Kalau dilihat dari atas dari ketinggian, perahu sampan ini nampak seperti laba-laba di atas air.



Perahu yang ini juga digunakan untuk mencari ikan dan memancing di perairan dangkal, tapi juga sering digunakan untuk transportasi maka dibuat atap peneduh dan kursi panjang di bagian sisi kapal.


Suatu senja aku dan keluarga dari Bapak jalan-jalan di pelabuhan pendaratan ikan di kota Jepara. Mungkin aneh buat kebanyakan orang, liburan jalan-jalan dengan keluarga kok lihat-lihat pelabuhan ikan. Tapi lihatlah kapal-kapal ikan yang ada di sana. Masyarakat yang unik di Water World.



Kapal-kapal ukuran sedang ini dipakai untuk mencari ikan diperairan yang lebih dalam. Biasa melaut cukup jauh dan pulang setelah beberapa hari berada di laut. Sehingga bagi crew sebuah kapal, kapal ini adalah 'home'. Termasuk aktifitas sehari-hari di luar pekerjaan mencari ikan seperti masak, mencuci dan menjemur pakaian. 



Kapal-kapal itu di lengkapi lampu-lampu besar, sepertinya untuk menarik perhatian ikan mendekat. Selain alat navigasi dan fish locater juga ada yang di lengkapi antene parabola yang aku pikir bukan berfungsi buat radar, melainkan untuk hiburan tv.

Sebuah Phinisi Schooner berlabuh di Gili Trawangan

Kapal-kapal kayu tradisionil tidak semuanya buat mencari ikan. Seperti Phinisi bertiang dua di atas. Kapal ini sanggup berlayar sangat jauh antar pulau di Nusantara bahkan hingga ke negara tetangga. Saat ini sebuah Phinisi Schooner bukan cuma mengandalkan layar dan kekuatan angin tapi juga dilengkapi motor. Kapal-kapal ini menjadi kapal pesiar untuk turis bersenang-senang di atas kapal sambil mengunjungi spot-spot wisata dan melakukan aktifitas diving.

Phinisi Boat dengan satu tiang layar

Wooden boat mirip Phinisi


One beautiful Phinisi Schooner mooring at Serangan Bay

Secara fungsional boat-boat yang dibuat secara traditional di Indonesia tidak kalah dengan boat dan sailing boat modern. Yang jadi masalah adalah mulai langkanya bahan kayu yang baik untuk membuat sebuat kapal yang bagus dan tahan lama. Namun banyak cerita yang mengatakan bahwa masyarakat pembuat kapal traditional yang belajar membuat kapal secara pendidikan turun temurun tidak mengenal teknologi pembuatan kapal modern. Dan material untuk membuat kapal teknologi modern juga barang yang langka tersedia di Indonesia. Itulah permasalahan kita.



Suatu siang yang terik aku dan suami jalan-jalan ke Pelabuhan Benoa. Di tempat kapal sandar bagian Barat pelabuhan Benoa adalah khusus tempat kapal-kapal pencari ikan. Kapal-kapalnya lebih besar dari yang ada di pelabuhan Ikan Jepara, kapal-kapal yang sedang sandar di Benoa ini mampu menantang ombak samudera. Kapal-kapal ini melaut jauh ke Samudera Indonesia kadang-kadang hingga berbulan-bulan mencari ikan. Ini adalah kapal kayu pencari ikan Indonesia jenis yang paling besar yang pernah aku lihat. Kapal-kapal ini juga dibuat secara tradisional. 

Memperbaiki jaring

Pelaut-pelautnya datang dari berbagai suku karena aku sempat ngobrol-ngobrol dengan mereka, ada yang akan berangkat melaut, atau mereka yang sedang mereparasi kapal dan jaring penanangkap ikan. Mereka banyak juga yang datang dari Jawa bagian Utara. Ada yang dari Tegal, Batang, dan Jepara.  

Supposed to be The Next Marina in Indonesia

"Dasar pengkhayal", biarlah kalau orang mengata-i aku seperti itu. Mumpung lagi tidak ada kesibukan apa-apa aku memang sedang berkhayal, dan aku mau menuangkan isi khayalanku ini ke dalam catatan di blog siapa tahu suatu saat ada yang menangkap mimpi ini sebagai sebuah inspirasi untuk diwujudkan.



Melihat gambar di atas membuat aku teringat pada tulisanku sebelumnya tentang Port El Kantaoui di Hammam-Sousse, Tunisia. Betapa teluk yang ada di foto itu sebuah tempat yang sangat sempurna untuk dijadikan sebuah marina seperti Port El Kantaoui.

Teluk itu letaknya berada di Utara kota Semarang. Sudah lama tempat itu diwacanakan sebagai sebuah Marina. Dan lokasi itupun memang diberi nama Marina Semarang. Tempatnya memang sangat layak. Tapi wacana itu tidak pernah terwujud. Hingga saat ini nggak ada sailing boat, yacht dan kapal wisata yang sandar disitu, dan tempat itu hanya jadi tempat bermain jetski. Karena developer tempat tersebut lebih terfokus bagaimana menghasilkan uang dengan menjual properti berupa rumah. Padahal jika tempat itu dibangun sebagai the Real Marina untuk kapal wisata, leisure boat, sailing boat, sailing club, betul-betul sempurna. Bentuknya, lahannya, dan lokasi sekitar berupa taman rekreasi, ditambah tempat pameran Puri Maerokoco. 

Bayangkan Semarang itu mempunyai resources potensi sumber-sumber daya untuk industri wisata yang bisa ditonjolkan berupa, wisata memancing di laut Utara Jawa, berhadapan langsung dengan Kepulauan Karimun Jawa dengan aktifitas wisata bahari, snorkling dan diving. Ke arah Selatan wisata daratan, ada Kota Semarang dengan landmark-landmarknya Gedong Batu, Kota Tua, Lawang Sewu, kemudian wisata perkebunan Kopi Banaran, dan lebih jauh lagi hingga ke Candi Borobudur. Apalagi Semarang dari sejarahnya adalah sebuah kota pelabuhan yang sangat penting di masa lalu. Cheng Ho dari China berlabuh di Semarang, sementara Kota Tua dengan gedung-gedung ala metropolitan masa lalu kemudian Gedung Lawang Sewu peninggalan VOC merupakan bukti bahwa kota Semarang adalah sebuah metropolitan, pelabuhan penting pada masa Kolonial. Tempat singgah kapal-kapal dari Maluku yang membawa cengkeh, dan tempat memuat hasil bumi berupa Kopi, Gula dan Teh dari perkebunan-perkebunan di Jawa Tengah. Semua itu bisa dikaitkan dengan keberadaan Marina Semarang dan menjadi sebuah pengembangan kawasan wisata kota Semarang.

Kalau aku diberikan kesempatan membuat perencanaan untuk menata tempat itu maka aku akan membuatnya sebagai berikut. 

Lahan di sebelah Barat yang dekat dengan Puri Maerokoco tempat yang sempurna untuk membuat Hall pameran yang besar. Cukup besar sehingga bisa untuk 'Boat Show' seperti di German dimana boat bisa dipajang di dalam area pameran. Sementara di bagian luar bangunan ada tempat lain untuk memamerkan kapal di air.


Suasana ruang pamer di "Interboot", Friedrichaffen-German

Bukan cuma untuk pameran kapal juga area hall untuk pameran-pameran yang lain dan menambah fasilitas ruang pamer untuk Pekan Raya Pameran Pembangunan Jateng yang sering diadakan di Puri Maerokoco setiap ulang tahun kota Semarang.

Bagian paling ujung di Utara di lahan yang menjorok itu akan menjadi 'area sailing club'. Tempat yang sangat penting untuk membentuk komunitas orang-orang yang suka mendekatkan diri dengan laut. Orang-orang yang suka dengan Nautical Life, dunia kemaritiman, dunia bahari, orang-orang yang suka keceh, berbasah-basah main air, hobby dengan watersport. Namanya club tentu dilengkapi dengan area storage untuk toys para member, storage untuk water sport equipment. Di Utara itu ditambah sedikit penahan gelombang seperlunya sehingga perairan aman saat musim gelombang pasang. Bagian teluk digali, diperdalam dan dindingnya dibuat dinding penahan tanah sehingga kapal layar yang mempunyai keel agak dalam masih bisa sandar dan masuk ke dalam. Bagian di sebelah lahan parkir dan dekat dengan taman rekreasi akan dibuat tempat kapal sandar juga. Tapi dibuat juga fasilitas untuk tempat duduk-duduk. Bangunan resto dan cafetaria terbuka, dengan payung-payung.

Sama seperti di Port El Kantaoui yang jadi inspirasiku, bangunan cafetaria bisa berupa blok bangunan bertingkat 3, tidak lebih, berderet dan memanjang. Bagian bawah disewakan untuk resto, cafetaria, ataupun toko souvenir dan bagian atas disewakan sebagai hotel atau apartemen, studio 1 kamar, 2 kamar atau 3 kamar. Fasilitas tempat parkir dan Taman Rekreasi dimana ada kolam renang dan tempat bermain tetap dipertahankan tapi bangunan penunjang dirubah desain dan tampilannya dengan desain yang lebih modern dan atraktif. 




Hari Meteorologi se-Dunia, 23 Maret

Selamat hari Meteorologi se-Dunia, 23 Maret.

Aku sering berangan-angan bahwa Indonesia yang negara kepulauan terbesar di Dunia ini juga menjadi negara maritime terbesar di Dunia.

“Masa kejayaan Majapahit adalah ketika negara Majapahit menguasai seluruh perairan Nusantara”.


 “Kejayaan bangsa Eropa dan dimulainya Kolonialisme adalah saat bangsa Eropa berhasil mengalahkan ombak dan angin di lautan“. 

Aku harus terus mengulang kata-kata ini supaya pesan ini sampai kepada kita semua saudara-saudaraku bangsa Indonesia, betapa pentingnya dunia kelautan bagi kita jika kita ingin kembali berjaya seperti masa kejayaan Majapahit. Mengusai ombak dan angin berarti mempelajari meteorologi, memahami cuaca, dan weather forecast.

Sunday, March 22, 2015

Pelabuhan Favorite

Pelabuhan favorite buat aku adalah pelabuhan yang terbuka, semua orang bisa berkunjung dan melihat-lihat kapal dari dekat. Bukan cuma melihat-lihat bahkan hang out, memancing di pier kalau perlu. Pelabuhan seperti itu terasa ramah dan membuat betah berlama-lama menghirup udara lautan.