Sunday, May 13, 2012

Mertasari Project = Kasus Mesuji - Lampung



Kasus-kasus tanah seperti di Perkebunan Sawit Mesuji - Lampung adalah akibat diberikannya hak-hak dan ijin-ijin pengelolaan suatu wilayah oleh pemerintah daerah  kepada kelompok-kelompok usaha tertentu. Kasus yang sama terjadi diseluruh Propinsi di Indonesia, termasuk propinsi Bali. Di Bali terjadi di wilayah-wilayah pesisir pantai. 


Meskipun kasus Mesuji menjadi berita panas di media-media hingga berminggu-minggu lalu tapi hal tersebut tidak menyurutkan untuk menghindari hal-hal serupa terjadi kembali.
Tetap saja penguasa daerah, raja-raja kecil bahkan putra daerah yang terpilih sebagai penguasa dengan cara yang katanya demokratis, menggunakan kekuasaannya bukan untuk kemakmuran pemilihnya melainkan menggunakan kekuasaan yang dia miliki untuk kemakmurannya sendiri dan segelintir orang dekatnya serta pihak-pihak investor yang datang belakangan dan bermodal besar.


Perasaan galau sedang menyelimuti teman kami di pantai Mertasari. Lokasi yang disewanya sebagai tempat usaha persewaan peralatan windsurfing akan segera digusur. Kami juga galau dan resah karena tempatnya juga merupakan tempat kami para hobbiest windsurfing di Bali berkumpul, dan menjadikannya sebagai starting point dan tempat launching jika kami sedang bermain. Lokasin tempat teman kami tersebut adalah lokasi windsurfing terbaik di sepanjang Sanur bahkan di Bali Selatan. 


Kegalauan kami karena jika lokasi tersebut akan dibangun proyek yang dibiayai oleh investor berarti kita masyarakat Bali tidak lagi mempunyai akses ke pantai tersebut. Dan kegalauan orang-orang setempat yang lain yang sudah bertahun-tahun memanfaatkan lokasi tersebut sebagai tempat membuka lapak berjualan souvenir, membuka warung makan, cafe dan tempat persewaan alat penunjang wisata seperti kayak, surfing, windsurfing dan kitesurfing hingga pengasong makanan kecil adalah kemana mereka dapat berusaha setelah ini.


Tanah di lokasi tersebut sebagian adalah tanah negara, dan memang merupakan wewenang pemerintah untuk memanfaatkan tanah-tanah negara untuk kepentingan negara. Lokasi di pantai Mertasari atau yang lebih dikenal wisatawan asing sebagai Kite Beach sudah puluhan tahun diberikan ijinnya kepada sebagian masyarakat untuk melakukan berbagai usaha. Mereka bahkan tidak menempatinya secara gratis, melainkan membayar sejumlah uang retribusi kepada Banjar yang merupakan kepanjangan atau bagian terbawah dari pemerintahan.


Jika melihat pada Undang-Undang yang mengatur masalah Pesisir Pantai, maka orang-orang yang memanfaatkan pesisir pantai pada saat ini mempunyai hak juga, sama halnya dengan para pemegang ijin HP3 atau kepanjangannya Hak Pengelolaan Pesisir Pantai.
Kegalauan kita adalah karena meskipun mempunyai hak-hak yang setingkat tapi kita masyarakat kecil sebagai pemodal kecil selalu kalah dengan pemodal besar. Pertanyaannya adalah kenapa HP3 diberikan ketika wilayah tersebut sudah terbentuk suatu kegiatan ekonomi yang mapan untuk masyarakat.


Sementara masyarakat umum penduduk Bali, yang daerahnya berpantai indah tapi tidak punya akses yang memadai untuk menikmati pantai. Pantai hanya untuk turis. Tapi janganlah para turis merasa senang dan bangga pada kemanjaan yang diberikan, jangan heran kalau kemudian turis menjadi sapi perah dan obyek komersil. Siapa bilang Bali itu Paradise... Bali itu Neraka untuk penduduknya.

No comments:

Post a Comment